ASSALAMU'ALAIKUM

Rabu, 31 Maret 2010

Antara UN, TOEFL, TPA


... bulan maret menjadi bulan penuh dengan ujian, tugas dan berbagai agenda baik pribadi, kampus, maupun organisasi, namun beberapa minggu yang lalu kami baru saja melaksanakan test TOEFL dan TPA sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan S-2, beberapa hari yang lalu adik - adik yang berada di SMU/sederajat juga telah selesai melaksanakan ujian nasio

kesamaan keduanya adalah sama - sama ujian, pebedaannya adalah banyak, namun lepas dari itu berbagai kontroversi akhir - akhir ini kembali mencuat, sebuah ungkapan atas ketidakfahaman sebagian besar orang yang ikut ataupun yang pernah merasakan tes - tes diatas, bila pada ujian nasional yang menjadi kontroversi adalah seberapa pantaskah hasil ujian yang kini mewajibkan para siswa memiliki nilai terendah minimal 5 koma sekian dan hanya berlangsung 4 - 5 hari itu kemudian menjadi tolak ukur kelulusan seorang siswa,.??? setelah 3 tahun menjalani proses belajar mengajar, dengan kemampuan yang tidak terlalu buruk namun gagal akibat standarisasi yang seakan sangat dipaksakan berlaku untuk semluruh siswa di seantero Indonesia karena melihat kondisi pendidikan negara kita yang hingga saat ini saja anggaran 20 % yang dicanangkan hanya lips service belaka, nyatanya berapa banyak yang tidak merasakan anggaran itu, lihat saudara kita di ujung papua, dipedalaman kalimantan, di daerah konflik, dan di wilayah yang sedang recovery karena bencana... harusnya pemerintah lebih arif dan bijak, serta tepat guna ketika menerapkan sebuah kebijkan dengan dalih meningkatkan kualitas pendidikan akhirnya menaikkan syarat minimal nilai siswa, tapi tidak melihat secara langsung kondisi lapangan

bila di sekolah kontroversi adalah seputar itu, beda lagi di tingkat Universitas, kami beberapa waktu lalu mengikuti ujian TOEFL dan TPA, yang kini dijadikan sebagai syarat untuk meraih gelar kesarjanaan, dalam beberapa kesempatan teman - teman kemudian mempertanyanakan apa fungsi dari TPA dan TOEFL..? mengerjakan 250 soal dalam waktu 3 jam, soal yang entah maksud dan fungsinya untuk apa.? apakah untuk melihat tingkat IQ, kami fikir tidak karena banyak diantara teman - teman yang kemudian menjawab rata semua dengan satu jawaban namun dia lulus dengan standard "nilai 500 "it's lucky as we means" it's not really shown our intellegency".. ya kmai bahkan berfikir ini hanya keberuntungan bukan sepenuhnya kecerdasan, kemudian tes TOEFL apa yang diharapkan dari TOEFL, karena mereka yang berasal dari sastra inggris sekalipun bahkan tidak "ngeh" dengan soal itu, sebagian besar teman - teman juga menerapkan hal yang sama ketika tes TPA dan hasilnya kembali menunjukkan hal yang sama...

pada dasarnya kami tidak menentang berbagai bentuk ujian - ujian "keberuntungan" diatas, namun mengapa pemerintah tidak mencari jenis ujian lain yang lebih rasional, dan memang berfungsi melihat sejauh mana kemampuan siswa / mahasiswa tersebut, di dunia kerja mungkin test - test semacam ini "suitable" namun tidak untuk di terapkan di dunia pendidikan, apatah lagi menjadi syarat krusial yang menentukan apakah siswa / mahasiswa tersebut lulus atau tidak... hingga saat ini kami masih percaya pada orang - orang berkerah putih, yang selama ini kami bayar untuk mencari solusi jitu bagaimana sebaiknya memajukan bangsa dan generasinya dengan cara - cara yang lebih realistis dan masuk akal....<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar