kesamaan keduanya adalah sama - sama ujian, pebedaannya adalah banyak, namun lepas dari itu berbagai kontroversi akhir - akhir ini kembali mencuat, sebuah ungkapan atas ketidakfahaman sebagian besar orang yang ikut ataupun yang pernah merasakan tes - tes diatas, bila pada ujian nasional yang menjadi kontroversi adalah seberapa pantaskah hasil ujian yang kini mewajibkan para siswa memiliki nilai terendah minimal 5 koma sekian dan hanya berlangsung 4 - 5 hari itu kemudian menjadi tolak ukur kelulusan seorang siswa,.??? setelah 3 tahun menjalani proses belajar mengajar, dengan kemampuan yang tidak terlalu buruk namun gagal akibat standarisasi yang seakan sangat dipaksakan berlaku untuk semluruh siswa di seantero Indonesia
bila di sekolah kontroversi adalah seputar itu, beda lagi di tingkat Universitas, kami beberapa waktu lalu mengikuti ujian TOEFL dan TPA, yang kini dijadikan sebagai syarat untuk meraih gelar kesarjanaan, dalam beberapa kesempatan teman - teman kemudian mempertanyanakan apa fungsi dari TPA dan TOEFL..? mengerjakan 250 soal dalam waktu 3 jam, soal yang entah maksud dan fungsinya untuk apa.? apakah untuk melihat tingkat IQ, kami fikir tidak karena banyak diantara teman - teman yang kemudian menjawab rata semua dengan satu jawaban namun dia lulus dengan standard "nilai 500
pada dasarnya kami tidak menentang berbagai bentuk ujian - ujian "keberuntungan" diatas, namun mengapa pemerintah tidak mencari jenis ujian lain yang lebih rasional, dan memang berfungsi melihat sejauh mana kemampuan siswa / mahasiswa tersebut, di dunia kerja mungkin test - test semacam ini "suitable" namun tidak untuk di terapkan di dunia pendidikan, apatah lagi menjadi syarat krusial yang menentukan apakah siswa / mahasiswa tersebut lulus atau tidak... hingga saat ini kami masih percaya pada orang - orang berkerah putih, yang selama ini kami bayar untuk mencari solusi jitu bagaimana sebaiknya memajukan bangsa dan generasinya dengan cara - cara yang lebih realistis dan masuk akal....<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar